Pakar TPPU: Transaksi Aneh 349 Triliun Itu Bukan Sekadar Data Dan Angka. Ini Adalah Mata Uang Nasional!

Pakar Pencucian Uang (TPPU) Yeneti Jarnaseh mengingatkan semua pihak yang berkepentingan bahwa transaksi mencurigakan senilai Rp349 di Departemen Keuangan bukan sekadar angka.

Yeti menegaskan, 349 triliun rupiah merupakan kas negara jika laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) benar sebagai tindak pidana.

“Kalau benar, saya ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa ini kejahatan dan dibiayai negara,” kata Yenti, Jumat (31/3/2023) dalam siaran TV Kompas.

Oleh karena itu, dia meminta kementerian dan lembaga terkait tidak menganggap hal ini sebagai hal yang ringan sehingga masyarakat yang menganggap Rp 349 triliun hanyalah data dan angka bisa tenang.

“Jadi jangan dibesar-besarkan bahwa ini adalah data dan orang-orang perlu santai. Ini data dan angka, jadi ini sangat tidak sesuai dengan ketidakamanan masyarakat saat ini,’ katanya.

Sementara itu, mantan Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, laporan PPATK tentang transaksi pribadi senilai Rp 349 triliun di Departemen Keuangan “sangat mudah diikuti”.

Alasannya, PPATK menyusun laporan berdasarkan relevansi data atau nama dan alamat.

Karena itu, menurutnya, jika data yang diberikan PPATK didasarkan pada relevansi data pribadi, pihak-pihak yang masuk dalam daftar pelaporan PPATK tidak bisa dihindari.

Namun, dia masih bingung mengapa pihak berwenang begitu enggan menyelidiki data transaksi aneh PPATK.

“Sangat mudah untuk diikuti jika Anda hanya memberikan nama, alamat, dan kemana Anda ingin pergi,” ujarnya.

Sebagai informasi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfouz MD merilis laporan PPATK atas transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Transaksi keuangan mencurigakan dibagi menjadi tiga kelompok.

Pertama: Jumlah transaksi keuangan mencurigakan terhadap pejabat Perbendaharaan sebesar Rp 35 triliun.

Kemudian, transaksi keuangan yang diduga melibatkan pegawai Perbendaharaan dan pihak lain berjumlah lebih dari Rp 53 triliun.

Kelompok ketiga adalah transaksi keuangan yang melibatkan otoritas keuangan sebagai penyidik ​​tindak pidana pencucian uang yang belum mendapatkan data terkait keterlibatan pejabat Perbendaharaan sebesar Rp260,1 triliun.

Mahfouz mengatakan tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) menimpa 491 pegawai Departemen Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga diduga tidak mengetahui praktik pencucian uang yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan. Pasalnya, Sri Mulyani menyebut laporan tersebut tidak bisa diakses.

“Kesimpulan saya, Pak Sri Mulyani tidak memiliki akses terhadap laporan-laporan tersebut. Oleh karena itu, pernyataan terakhir Komisi XI jauh dari kebenaran,” ujarnya.

Dia berkata, “Karena dia tidak curang, dia menerima data dan data pajak meskipun itu adalah data kepabeanan.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *